Monday, October 17, 2005

Di Depan Arca Bunda


Di depan arcamu ya Bunda
Aku sujud bersimpuh
Memohon doa dan belas kasih
Dari hatimu yang putih bersih

Kunanti suaramu yang lembut
Mengalunkan doa atas namaku
Dalam jernihnya kemurnianmu
Ucapkanlah permohonanku

Dari pelupuk kesunyian jiwaku
Kucoba tekuri keteguhanmu
Mempertanyakan macam daya apakah
Hingga Bunda begitu mampu

Pada figurmu ya Bunda
Kucoba torehkan makna
Sejauh mana aku bisa
Menapaki langkah “fiat”mu

“Salam”, bisikku
Menyatu dalam hening dan bising
Raib tertelan kekagumanku
Pada keindahan setiamu

Di depan arcamu ya Bunda
Kucoba memandang lebih dalam
Cahaya senyummu yang tampil menawan
Kala kau membalas sapaanku

Tersipu malu kusebut satu per satu
Rengek mewek kekanakanku
Kuselipkan ujud pintaku
Pada setiap lipatan jarimu

Mohon doamu ya Bunda
Dalam setiap detik desah nafasku
Genggamlah tangan rapuhku
Dalam kuat doa kebundaanmu



17.X.05

Sunday, October 16, 2005

Pertanyaan saat Misa


Kepada seorang lanjut usia:
Apakah engkau takut akan kematian
Hingga kau nunduk penuh sujud kepadaNya
Dan berusaha mengikuti rangkaian doa
Sekalipun kakimu tak lagi mampu berdiri?

Kepada seorang dewasa:
Apakah yang engkau cari di sini
Sampai kau rela sejenak meninggalkan altar
Hanya demi deringan dalam pesawat genggam
Menyelamatkan bisnis?

Kepada pasangan muda:
Apakah kalian rasakan cinta kasih
Yang datang langsung dari Sang Sumber
Ataukah tetap lebih kuat terasakan dari dia
Yang engkau rangkul sepanjang Misa?

Kepada seorang anak muda:
Apakah yang bisa kalian dapatkan
Dari berpakaian serba minim dan menor
Dan celotehan asyik yang penuh gosip
Juga lirikan untuk menghitung detik pada jam tanganmu?

Kepada seorang anak:
Apakah yang engkau khawatirkan
Sampai kau merengek-rengek minta pulang
Padahal ini adalah pesta milikmu juga
Dan para malaikat siap bermain denganmu?

Kepada seorang bayi:
Apakah tidurmu terganggu
Oleh ketidaksabaran kami
Menantikan berakhirnya Misa ini
Supaya kami bisa kembali ke dunia?

-16 Okt 05-

Saturday, October 15, 2005

Dalam Pelukan Bunda Gereja


Pintumu adalah tanganmu
Merentang lebar cinta kasihmu
Kau sambut lari kecilku
Dengan senyum keibuanmu

Air suci menitik
Membasahi kening, dada dan dua bahuku
Itulah tetes air matamu
Menangisi haru kepulanganku

Harum dupa gerejamu harum tubuhmu
Mendekap dinginnya batinku
Aroma ruang hening mengisi ronyehanku
Sampai aku benar-benar terdiam

Bangku-bangku yang terjajar rapi
Adalah jemarimu
Membelai lembut kepalaku
Sampai aku menunduk sujud

Kerlip keretak lilin-lilin
Bagai sinar matamu yang indah
Meluluhkan beku hatiku
Hingga aku terbuat di pangkuanmu

Tertidur lelah di bawah atap gerejamu
Rehat pada tenun mantol kasihmu
Bermimpi pada sudut arca anggunmu
Berbahagia dalam pelukan doamu

15.X.05

Friday, October 14, 2005

Remah Roti


Tuan Rumah yang Dermawan
Aku pengemis kelaparan
Mohon sejumput iba dan belas cinta
Demi kenyang perih jiwaku

Hanya sebutir remah roti
Yang telah kupandang sedari tadi
Dalam lapar dahagaku
Menahan rasa ingin batinku

Remah roti yang terjatuh
Dari meja perjamuanMu
Membuatku tunduk patuh
Kala kupandang penuh rindu

Sri Baginda Teragung
Aku tak berani memohon
Lebih dari sebutir remah roti
Bagi mulut hati yang kecil ini

Remah roti kehidupan
Sebutir yang penuh kekuatan
Daya pikat Ilahi yang terpancarkan
Dalam sebuah kesederhanaan

Tuan Rumah yang Dermawan
Kau malah melangkah ke pintu depan
Menyambutku seorang tawanan
Masuk menjadi kawanan

“JamuanKu tak pernah usai
TetamuKu terlalu sedikit
Tak pernah cukup untuk mengakhiri
Pesta roti kehidupan yang legit

Mari, masuklah
Pesta ini untukmu!”

-14 Okt 05-

Lelaki Bermantol Ungu


Lelaki bermantol ungu

Mengapakah Engkau?
Seharian ini bayangMu melulu
Tergambar tebal tipis di benakku

Lelaki bermantol ungu
Mengapa Engkau datang
Di sela akhir hari Jumatku
Saat aku terbuta dalam “chaos” kerjaku

Rona figurMu makin merekah
Kala malam ini mulai meredup
Lelaki bermantol ungu
Tidakkah Kauberi jawabMu?
Semakin jelas tampak padaku

Engkau terbelenggu
Duduk membisu

Tiada kataMu padaku
Meski kutanya sesuatu padaMu
Sejuta heran dan pening
Membalutku dalam hening
Lelaki bermantol ungu

Kau buatku terpaku
Dengan sorot mataMu
Dari dalam celah kalbuku

Lama kutatap Engkau membisu
Kusadari tubuhMu memerah biru
Berbalut kain ungu dan pilu
Dan mahkota duri itu…
Buluh dan peluh itu…
Ornamen penghias luka-lukaMu
Asumsiku bertumpang tertindih

Pada imagiMu yang melirih
Apakah dariku bagiMu?

Salahku membuatMu bermantol ungu

-14 Okt 05-

Saturday, October 1, 2005

Litani Kerapuhan II


Hidup adalah kerapuhan
Ada dan tiada

Penderitaan adalah kerapuhan
Diam dan berlalu

Salib adalah kerapuhan
Kuat dan menyerpih

Paku adalah kerapuhan
Keras dan berkarat

Duri adalah kerapuhan
Tajam dan layu

Mati adalah kerapuhan
Ada dan tiada

-1 Okt 05-

Litani Kerapuhan I


Hidup adalah kerapuhan
Ada dan tiada

Raga adalah kerapuhan
Sehat dan sakit

Jiwa adalah kerapuhan
Senang dan sedih

Hati adalah kerapuhan
Mencintai dan membenci

Pikiran adalah kerapuhan
Kejujuran dan kebohongan

Perkataan adalah kerapuhan
Memuji dan memaki

Perbuatan adalah kerapuhan
Kebiasaan dan spontanitas

Keadaan adalah kerapuhan
Datang dan pergi

Waktu adalah kerapuhan
Lama dan sejenak

Cinta adalah kerapuhan
Berani dan pengecut

Mati adalah kerapuhan
Ada dan tiada

-1 Okt 05 -

Sunday, September 25, 2005

Taxonomi Bloom


Untuk menjadi anak-anak Allah
Manusia harus belajar
Jadi hidup itu seperti belajar

Awalnya kita berusaha mencari tahu
Apakah kehidupan ini
Dan bagaimana cara menjalaninya

Lalu kita diberi rumus dan definisi
Dari orang-orang yang kita kenal pertama kali
Bahwa hidup ini harus begini
Dan hidup itu harus begitu

Kemudian rumus-rumus itu
Kita hafalkan dan ingat baik-baik
Setelah itu mencoba untuk mengerjakan hidup
Alias sebuah dua buah soal

Kalau kita salah,
Hidup menjadi sulit dan tak terarah
Lalu kita coba melihat dan memeriksa lagi
Apa yang sudah kita lalui
Dimana letak kesalahannya
Setelah itu mencoba lagi
Dengan soal-soal yang baru
Dalam hari-hari yang baru

Sekali-kali kita memang salah
Bila tidak teliti dalam mengerjakannya
Namun ada kalanya
Jawaban yang diperoleh adalah yang sesuai harapan
Realita yang menyenangkan hati dan moral

Lalu kita kembali membuat sebuah rumusan sendiri
Tentang apa hidup itu menurut kita
Suatu rumus yang bisa dipakai orang lain
Dalam mencari jawaban atas pertanyaan yang sama

Jawaban yang ingin dicapai adalah
“Menjadi anak Allah”



Nov 2000-Sep 2005

Friday, April 29, 2005

Mainan untuk Yesus


Bapa Yosef
Buatlah aku jadi mobil-mobilan kayu
Buatlah aku jadi mainan Puteramu
Buatlah aku jadi hadiah bagi buah hatimu

Bapa Yosef
Jadikan aku mainanNya
Untuk menemani Dia dalam sepiNya
Jadikan aku pesona doamu
Untuk meraih gelak tawaNya

Bapa Yosef,
Biarkan aku untukNya
Ijinkan aku di sampingNya
Biarkan aku bermain denganNya
Ijinkan aku dipegangNya

Bapa Yosef,
Karena terampil tanganmu
Semoga Ia tersenyum melihatku
Dan bila Ia telah jenuh padaku
Biarlah aku disimpanNya

Sembari kutunggu Ia memegangku
Bermain lagi denganNya.

Apr 29th, 2005

Friday, January 7, 2005

Lilin Doa


Tuhan…
Biarkanlah lilin ini menyala
Menemaniku menguntai doa
Mendampingiku menguak sukma

Tuhan…
Biarkanlah dia di sisiku
Menari sembari memperhatikan
Ronyehan lirih dari hatiku

Tuhan…
Biarlah sejenak ia terangi
Kegelapan yang kualami
Di malam yang nyaris hitam

Tuhan…
Biarlah ia jadi sahabatku
Sementara aku berusaha
Mencari jalan padaMu

Tuhan…
Jangan diamkan gemertaknya
Biarkan dia jadi nadaMu
Dalam lagu sunyiku

Tuhan…
Jangan padamkan nyalanya
Biar dia jadi cahayaMu
Pada relung hampaku

Tuhan…
Jangan tadahkan tetesannya
Biarkan dia jadi guruku
Tentang arti cintaMu

Tuhan…
Jangan putuskan sumbunya
Biarkan dia jadi panas
Membakar kebekuanku

Tuhan…
Perkenankanlah aku
Berjaga sejenak bersamanya
Seraya menatapMu malu-malu

Tuhan…
Perkenankanlah aku
Memandang sosok rapuhnya
Pantulan diriku sendiri

Tuhan…
Perkenankanlah aku
Merasakan sentuhan sinarnya
Bagai sentuhan berkatMu

Tuhan…
Perkenankanlah dia
Membawaku dalam hanyut
KehadiranMu



Jan 7th, 2005