Friday, November 23, 2012

Pemuda Tiga Puluh Tahun



Subuh…
Kabut tertidur dipeluk embun
Pemuda, tigapuluh tahun, mendorong pintu yang besar
Terburai masuk angin subuh nan dingin.
Gemetar tubuh menyapa pagi
Tarikan nafas panjang menyambut

Mata teduh dan bening terjaga
Kini menatap pada jalan yang membentang
Entah dimana letak ujungnya
Namun haruslah jalan itu yang disusuri

Pemuda tiga puluh
Diam dalam kontemplasi agung
Refleksi hidup lampau telah sampai pada titik akhirnya
Kini saatnya blak-blakan memulai hidup

"Emh…,"
Gelisah mulai menggelayut Manusia Muda
Apa nanti kata tetangga
Tiga puluh tahun tinggal bersama Bunda
Tak malu, tak merantau, tak berumah tangga
Pasti manja, mudah putus asa, tak berguna

Mata bening meredup
Demikianlah adanya hidup
Penuh persepsi dan spekulasi
Lupa bahwa cinta kasih juga berkuasa

Angin subuh meniup kesadaran
Pemuda tiga puluh tahun menatap kembali
Bentang jalan yang merentang di depan
Kali ini alas berbatu lebih kemilau
Dihiasi embun-embun yang mencari tempat berpaut

Langit membiru tanpa terburu
Nafas yang semakin jernih terhembus
Seolah memanggil segenap nyali
Yang selama ini belum teruji

“Bu,… pamit!” lirih suara yang menggema

“Fiat!” tegas namun lembut ucap Sang Ibu

Ada harapan dan resiko yang terbentang di depan
Menanti pemuda tiga puluh tahun
Berkawan dan berkarya bersama hidup
Ilahi dan manusiawi
Padang gurun, padang rumput
Bukit mulia, bukit derita
Taman maut, taman agung
Semua punya cerita yang menanti dikisahkan

Mengapa harus ragu
Toh semuanya tahu
Waktu takkan menunggu
Saatnya jadi tamu
Mengakhiri pembelajaran
Mengawali karya keselamatan

Selangkah demi selangkah
Kaki mulai merajut jejaknya
Keluar
Menanggapi langit yang semakin memutih
Tanah yang semakin memerah

Pemuda tiga puluh tahun
Baru saja memulai hidupNya

=======================
Bersama Dia kumasuki jatah tahun hidup ke tigapuluh satu

padepokan GiNu
5.23.11.23.27