Sunday, July 7, 2002

14 Perhentian


Digiring Ia ke singgasanaku
Dengung khalayak serentak membeku
Dengan diam Dia berdiri di hadapanku
Sorak-sorai memekak lagi di telingaku
‘sang hakim agung dunia
Tolak keinginan rakyatnya!’
Tak mau hilang harga diri
Terpaksa Ia harus mati
Air mendirus membasuh tanganku
Enggan kutanggung darah Orang itu


‘Manusia harus lahir kembali”
Ketika itu aku tak mengerti
Dan yang lebih tak kupahami
Mengapa ini sampai terjadi
Pernah sekali kucoba membelaNya
Tapi kayu berat tetap dipundakNya
Farisi tersenyum mengolokku
Nikodemus, Dia bukan Rajamu!
Aku menggeleng dengan bebal
Mengapa Dia harus jadi tumbal?


Tersungkur Ia mencium tanah
Cambuk pecut langsung mengarah
Mengais DiriNya bak seonggok sampah
Riuh terdengar teriak serapah
MenyuruhNya mengaku salah
Padahal Paska yang lalu
Kami berbondong lima ribu
Kini yang melihat diriMu
Bertanya-tanya dalam kalbu
Dimana kuasaMu yang dulu?


Ketika Ia berjalan lalu
Sinar mataNya memandangku
Aku hanya bisa membisu
Ingin kupikul salib itu
Biar ringan beban Anakku
Simeon, benarlah katamu
Pedang telah menusuk hatiku
Kudengar algojo kembali berseru
Dengan kasar Ia ditarik dariku
Belum puaskah kau siksa Anakku?


Baru saja aku mulai berangan
Nikmatnya ladang yang menghasilkan
Tiba-tiba aku dihadang
Arakan yang tak enak dipandang
Ingin rasanya aku menolak
Tapi aku tak bisa mengelak
Terpaksa salib itu kuangkat
Alamak, alangkah berat!
Apa sebenarnya salah Orang ini
Sampai ditimpa hukuman begini?


Raut rupaNya tak lagi karuan
Tak ada paras nan tampan
Aku yakin Dia bukan penjahat
Tapi apa yang bisa kubuat
Maka kulepaskan cadarku
Tak peduli kubawa maju
Sampai melekat di Wajah itu
Lalu lumuran kotor kusapu
Entah bagaimana caranya
Kain itu bergambar WajahNya


Tersungkur untuk kedua kali
Terhimpit salib sekali lagi
Andai aku dapat berlari
Sumur Yakub tentu kutuju
Kan kuberi minum dari situ
Sebagaimana layaknya dulu
Tapi perempuan pengecut aku
Entah mengapa aku tak berani
Buru-buru kusingkir diri


Ia masih didera sadis
Melihat nasib teramat tragis
Tak bisa kami menahan diri
Air mata meleleh di pipi
Namun Ia tak pernah hilang cinta
Tentu ingat kan kami berdua
Saudariku sibuk melayaniNya
Aku duduk dengar dikakiNya
Adalah yang harus ditangisi
Dosa diri dan anak kami


Benar-benar sulit kupercaya
Ia sudah tak berdaya
Di tanah aku melihatNya
Cemeti merobek daging darahNya
Bertanya dalam hatiku
Benarkah Ia yang dahulu
Mencelikkan dua butaku
Ahli taurat tersenyum mengejekku
Bartimeus, bukankah Ia tabibmu?
Maka aku menunduk dan berlalu


Rabuni, oh Rabuni
Betapa sedih hati ini
Dulu aku hina diri ternodai
Kau jauhkan dari rajam mati
Teringat kasih yang mengampuni
Mengapa kini Kau alami
Hilang harga dan nilai diri
TubuhMu ditelanjangi
Tinggal bebar bilur nan keji
Menghias sekujurMu dengan ngeri


Dari atas salib sembilu
Aku menunduk dan memilu
Menatap Manusia itu dipaku
Besi-besi diadu berdenting
Pekak jeritNya pecah nyaring
Tak dapat kubayangkan
Betapa nyeri Ia rasakan
Atas kesalahan yang tidak Ia lakukan
‘Tuhan ingatlah akan daku
Bila tiba hari TahtaMu’


Di bawah salib aku berjaga
Langit bumi tampak murka
Gelap meluas dari Golgota
Kulihat tabir bait belah dua
Kulihat pula Ia tak bernyawa
Aku menyerah,
Sungguh Ia Anak Allah
Dari LambungNya keluar air dan darah
Membasuh dosa setiap insan
Mata yang menjadikanNya tontonan
Pulang dengan tangis penyesalan
Satu hal kutahu pasti
Orang benar Ia ini!


Guru, andai dapat kutahu
Yang harus kuperbuat bagiMu
Tapi aku hanya bisa termangu
Di samping tubuhMu yang membiru
Aku tahu Kau kasihi aku 

Demikian aku kasih padaMu
Dipangku oleh duka BundaMu
Sekali lagi aku termangu
Namun kata-kataMu belum utuh
Tentu Kau kan kembali agar janjiMu penuh


Maka inilah perhentian terakhir
Ya Kristus ya Yesus
Setelah semua yang Kau beri
Apa daya kubalas kini
Hanya satu gua yang sepi
Harapku Kau masih dihormati
Sekalipun Engkau tidak di bumi
Tapi aku tetap menanti
Engkau bangkit dari mati
Tiga hari lagi…


Jul 7th, 2002