Friday, March 31, 2006

Sapaan di Ujung Maret




Kuakui bahwa terkadang
Kulupakan adamu
Terbuai oleh keibuan Bunda
Kuabaikan kebapakan Ayah

Padahal dengan mantol kasihmu
Kau rangkul Maria dalam cinta
Mengalahkan seribu ragumu
Karena kagum dan percaya

Dengan selimut kegigihanmu
Kau jalani tapak-tapak lelah
Demi mencari sebuah tempat
Untuk Sang Ibu dan Sang Anak

Dengan gua hangat dari kesetiaanmu
Kau tunjukkan pada kami
Arti janji sehidup semati
Dalam untung dan malang

Dengan perisai keberanianmu
Kau lindungi Sang Ibu dan Sang Anak
Lewati jalan bergelimpang mayat kecil
Pagar betis menuju ke Mesir

Semua kauterima dan kautunjukkan
Betapa Allah adalah Bapa
Namun kadang aku terbuta
Kuabaikan peranmu

Padahal dari kerja tanganmu
Sang Anak menerima hikmatNya
Dari hasil peluhmu
Sang Sabda tumbuh kuat dan tegar

Maka di ujung Maret ini
Aku berpaling padamu
Seraya menghatur kagum dan hormat
Dalam sebuah kalimat penyapa

Doakanlah kami, Bapa Yosef…


March 31st, 2006

Wednesday, March 29, 2006

BersamaMu pada Jalan Salibku


Pada panjang jalan salibku
Kaulingkupi aku
Pemimpin di depan
Sahabat di samping
Penjaga di belakang

Tak pernah kutahu
Mana puncak jalanku
Namun kadang kumengerti
Kalau aku sedang berhenti

Pada Engkau di depanku
Kucoba ikuti langkah itu
Menapak kakiku pada bekas tapakMu
Meraba kecil kakiku pada besar lubangMu
Merasakan halusnya batu dan kerikil
yang telah Kau injak masuk ke dalam bumi
Tak lepas mataku memandang
pada goresan tebal salibMu
Melukis rute pada jalan terenak
yang tinggal kususuri di atas tanah

Pada Engkau di sampingku
memeluk salib serta bahuku
Beritahukan aku caranya 

agar seimbang dan berdaya
bertahan dan memikul bebannya
Kulihat deras peluhMu
berpadan dengan darahMu
Mahkota duriMu melumpuhkanku
tapi senyumMu menguatkanku
“Ayo, jalan lagi…” isyaratMu
Kau raup wajahku dan Kaurangkul bahuku

Pada Engkau di belakangku
aku berulang kali menoleh
meragu apa Kau masih besertaku
bertanya pada setiaMu
menjawab selalu dalam sangsiku
Kauangkat pangkal salibku
Kapan selesai dan usai
tanyaku tak pernah Kaujawab
Menghadang langkahku yang membeku
Kau tunjuk jalan yang membentang
pertanda aku harus terus maju
tanpa minta lagi alasan
karena Kau besertaku

Semoga aku tak takut bersabar
bila memang harus berhenti
Semoga aku tak takut berdiri
bila memang harus jatuh
Semoga aku tak takut bertahan
bila memang harus dipaku
Semoga aku berani memandang
kebangkitan melalui kematian

Dan semoga aku bersyukur
bahwa aku tak punya satu alasan pun
meninggalkan salibku
karena Engkau bersamaku

29/03/06

Wednesday, March 1, 2006

Cermin Abu


Bercermin pada abu
Bukanlah kita tak mampu
Hanya mungkin malu
Bila harus menatap pada debu

Ternyata abu adalah kaca
Kita berbayang di dalamnya
Pantulan yang menatap balik
Dari serpih debu dan kerikil

Noktah-noktah kecil yang membeku
Menggores vertikal horisontal
Pada kening tak tahu malu
Berulang pongah tanpa sesal

Syukur ada abu
Membuat kita jadi tahu
Bahwa manusia bagai debu
Antara sekian galaksi mega biru

Pada abu kita berguru
Menapak dalam tobat dan rindu
Dalam debu kita bergulat
Melawan nafsu kuasa jahat

Syukur kita bagai abu
Agar semakin tahu
Siapa Sang Rahim itu
Perangkul memeluk debu

Kembali bercermin di abu
Inspirasi hidup yang baru
Menanggalkan buruk yang dulu
Kembali ke jalan yang satu

Rabu Abu,
010306